Ende, Syuradikara.sch.id – Amatus Peta dan Eman Bata Dede, dua budayawan dan seniman asal Kabupaten Ende, memberi edukasi tentang kearifan lokal kepada siswa-siswa kelas X SMA Swasta Katolik Syuradikara di Naungan Hijau Satu, Sabtu (16/03/2024).
Edukasi ini sebagai bagian dari implementasi P5 yang mesti menyasar dan membawa dampak positif bagi siswa-siswi di SMA Swasta Katolik Syuradikara.
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” kata Amatus sembari menegaskan, siapa saja mesti menghormati budaya dan adat-istiadatnya.
Dalam materinya, ia membeberkan seputar budaya perkawinan Ende Lio, khususnya Tole Towa atau memberi salam atau berjabat tangan antara orang tua dan pengantin.
“Apa maknanya Tole Towa itu. Jika di Lio, Tole Towa tidak dijalankan, maka itu memberikan kesan buruk,” kata Amatus.
“Tentu saja, Tole Towa mesti disimulasikan supaya bisa diingat terus ke depannya karena dasar pemberian dalam Tole Towa adalah cinta kasih," tambahnya.
Amatus menerangkan, anak mesti mengingat kasih sayang besar orang tua dan sebaliknya, orang tua pasti merasakan kehilangan yang besar karena masing-masing akan meninggalkan orang tua untuk menjalani hidup berumah tangga.
Sementara Eman Bata Dede menyampaikan materi tentang Tarian Gawi sebagai tarian khas Ende Lio yang sudah ada sejak Nenek Moyang orang Ende itu ada atau hidup.
“Tarian ini sama tuanya dengan kehadiran orang Lio Ende di bumi ini,” katanya.
Ia menegaskan, dalam upacara makan panen baru, Tarian Gawi selalu dirayakan oleh masyarakat adat di semua kampung-kampung pada setiap tahunnya.
Eman juga menceritakan, setelah ritual makan panen selesai, pada bagian akhir adalah mereka melakukan Tarian Gawi bersama sampai pagi hari.
Tak hanya itu, kata Eman, Gawi juga dibawakan pada zaman dulu ketika ada suku yang memenangkan perang, di mana pada zaman itu, masih berlaku hukum rimba dan belum ada hukum resmi seperti diatur dalam undang-undang dewasa ini.
Eman menambahkan, saat ini ada dua jenis Gawi yang populer di kalangan masyarakat, yakni Tarian Gawi Ua dan Gawi Ga’i.
“Hal yang membedakan keduanya adalah Gawi Ua dibawakan di kampung-kampung sebagai syukuran panen misalnya, sementara Gawi Ga’i sudah keluar dari asal atau tempatnya,” tutupnya.*
Comments