top of page

Sukacita Paskah, Dukacita Dunia, dan Sapaan dari Keabadian

Updated: Apr 1

Oleh: Fr. John Fischer Arakian Sanga, SVD*


Hari-hari ini, umat Kristen universal ada dalam permenungungan kisah penebusan Kristus yang sengsara, tersalib, dan kemudian bangkit dari maut. Rentetan narasi penebusan dosa dari Yesus Kristus kepada umat manusia, terbingkai rapih dalam sukacita Paskah. Ada tiga narasi penting yang mengusung umat kristiani universal menuju kedalaman refleksi dan peremenungan sukacita paskah.


Pertama, khusuk dalam narasi penebusan dosa oleh Yesus Kristus. Permenungan akan jalan penebusan yang dihayati Kristus dalam narasi penyaliban-Nya, berpuncak pada kesadaran akan penyerahan diri total Yesus demi keselamatan umat manusia. Jalan, sambil memikul salib menuju puncak kesengsaraan, Ia jalani sebagai bentuk penyerahaan diri yang total akan kehendak Bapa dan akan kekuatan cinta-Nya kepada umat manusia.


Kisah ini menunjukan kepada kita bahwa, kekuatan cinta-Nya lebih kuat dari siksaan yang Ia alami. Cinta-Nya, mengalahkan segala derita yang ia pikul.


Mengalami permenungan ini, haruslah terpatri dalam diri setiap insan kristiani bahwa jalan kesengsaraan yang diambil Yesus, takhluk oleh cinta-Nya kepada umat manusia. Kemurnian cinta yang ditunjukkan oleh Yesus dalam penyerahan diri total untuk memikul palang penghinaan menuju puncak siksaan, menggugah kita untuk mampu mengafiliasi cinta-Nya menjadi cinta kita. Kita digugut untuk menjadi duta cita bagi sesama kita.

Kedua, Yesus yang wafat dan mengalami kegelapan makam. Sebagai umat Kristen kita percaya akan kehidupan eskatologis. Kehidupan setelah kematian. Di ujung tombak jalan kesengsaraan dan dalam kegelapan makam, ada berpendar lilin menuju jalan kebagkitan. Yesus yang mengalami kegelapan makam, menunjukan bahwa Dia sungguh-ungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Dia mengalami kegetiran luar biasa dalam hidup, dan kesedirian dalam makam. Dia sungguh ada dalam kesendirian. Kisah sengsara yang Dia jalani sebagai usaha penebusan dosa umat manusia, tidak menjamin “kenyamanan” tidurnya dalam Rahim ibu dunia. Sadis.


Merefleksikan Yesus yang terbaring dalam kegelapan makam, memurnikan iman kita tentang siapa Dia. Dia adalah Putera Allah yang rela hidup sebagai manusia, menjadi sama dengan manusia, mengalami sebagaimana yang dialami manusia bahkan lebih dari yang manusia alami. Dan kemudian ada dalam kegelapan dan kegetiran makam. Wafat dan terbaring dalam kegelapan makam dialami-Nya. Kisah ini memberi bekal kepada kita tentang dalamnya makna penghayatan dan pengajaran iman dari Yesus kepada kita umat Kristiani. Bahwa, untuk mengalami terang dan kemuliaan, kita juga harus mengalami kegelapan makam sebagaimana Dia. Sekali lagi, dalam kegelapan makam itu ada pendar lilin menuju terang dan kemuliaan.


Ketiga, Dia yang bangkit mangalahkan maut. Sukacita abadi, adalah puncuk dari segala jerih lelah, duka dan derita juga darah dan air mata yang Yesus alami. Pada hari yang ketiga, Ia bangkit dari kegelapan makam dengan luka yang masih basah, sebagai warta bahwa maut telah dikalahkan. Kegelapan maut telah diklalahkan oleh beningnya kekuatan cinta. Yesus yang takhluk di hadapan cinta-Nya kepada umat manusia, telah manakhlukkan maut dunia.


Kebangkitan Yesus membawa sapaan dari kehidupan abadi kepada para murid dan secara khusus kepada kita umat Kristiani. Sapaan dari keabadian yang dialamatkan Kristus kepada umat mausia semakin memperteguh iman dan kepercayaan kita. Kebangkitannya membawa terang harapan bahwa pelayanan dan pemaknaan hidup di dunia sungguh berarti.


Dukacita Dunia


Di tengah sukacita paskah yang dirayakan umat kristiani, kita dihadapkan pada dukacita dunia yang sementara terjadi. Dukacita dunia ini datang dari berbagai pelosok di belahan dunia. Misalnya konflik militer dan politik antara Israel dan Palestina yang sedang berlangsung dan juga belum berakhir sampai saat ini. Akibatnya, banyak nyawa tak bersalah yang kemudian harus menjadi korban. Tidak hanya korban harta, benda, tetapi juga nyawa dari ibu dan anak serta semua korban perang lainnya.


Lebih dari pada itu, para korban yang selamat kemudian memikul beban luka dan derita yang tidak bisa dihitung dengan angka-angka matematika. Mereka hidup dalam ketakutan dan mereka hidup dalam kecemasan, luka dan trauma yang akan di bawah sepanjang hidup mereka.

Di lain tempat, ada lagi perang antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung selesai. Konflik yang terus berkelanjutan ini pun terus memakan korban yang tak terhitung banyaknya. Menanggapi hal ini, Paus Fransiskus sebagai pemimpin gereja katolik Universal menyerukan “bahwa yang lebih kuat adalah yang menyadari situasi, yang mengangkat bendera putih, berunding”. Artinya bahwa perang tidak lagi boleh terjadi. Perlu adanya langkah perundingan guna mencapai perdaimanian. Sebab kedaiman tidak dapat dijumpai melalui perang. Perang menyisakan luka bukan hanya untuk saat ini tetapi juga menyisakan luka antar generasi. Seruan Paus ini dapat dibaca sebagai sebuah ajakan, bahwa perang harus disudahi.


Selain masalah peperangan, dukacita dunia yang hari-hari ini terjadi di tanah air, dan bahkan dialami oleh suluruh dunia dan menjadi topik pembahsan hangat ialah menyangkut persoalan lingkungan hidup. Mulai dari permasalahan sungai yang tercemar, kerusakan hutan, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, pencemaran udara, pencemaran tanah, permasalahan sampah yang menumpuk, rusaknya ekosistem laut, langkahnya air bersih, serta brbagai persoalan lain yang berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup lainya turut memberi pengaruh bagi kenyamanan dan kelangsungan hidup manusia. Persoalan-persoalan semacam ini turut memperlebar luka bagi kemaslahatan hidup bersama.


Selain akibat sebagamana dijelaskan di atas, masalah peperangan dan persoalan lingkungan hidup yang ada di sekitar kita harus dimaknai sebagai bentuk tamparan keras bagi kita umat Kristiani secara khusus. Persoalan ini mengajarkan kepada kita akan pentingnya kerukunan hidup antar sesama dan alam ciptaan yang telah dianugerahkan bagi kita.


Untuk itu, dituntut dari pada kita sikap reflektif dan solidaritas etis kebinekaan, agar kesadaran untuk menciptakan kerukunan hidup di tengah fakta persoalan sosial dan lingkungan hidup yang sementara menjamur di sekitar kita dapat diatasi secara bersama.


Sapaan dari Keabadian


Di tengah dukacita dunia yang terjadi, perayaan paskah tahun ini haruslah mampu dimaknai oleh umat Kristiani sebagai perayaan sukacita yang menyembuhkan. Melalui perayaan paskah, umat kristiani diutus untuk menjadi duta-duta kabar sukacita di tengah duka dunia yang sementara terjadi.


Sebagaimana Yesus yang telah mengorbakan diri demi keselamatan umat manusia, kita juga diajak untuk mampu berbuat demikian. Kita diajak untuk mampu menjadi pelayan yang tulus melalui penyerahan diri yang total bukan sebaliknya, mengorbankan banyak orang demi kepentingan diri atau kelompok sendiri.


Paskah sebagai perayaan kebangkitan Kristus, kiranya juga mampu membangkitkan kita dari tidur panjang, kejatuhan, dan keterpurukan sikap yang menjauhkan kita dari relasi intim antara kita dengan Kristus yang telah bangkit dalam kemuliaan dan juga antara sesama, dan alam ciptaan. Kebangkitan ini haruslah menyata dalam sikap dan tindakan praktis kita hari lepas hari.


Akhirnya semoga melalui sukacita paskah yang kita santap ini, kita semakin diperbaharui menjadi insan yang peduli dan pekah dengan sesama, menghargai dan memberi ruang pada fakta pluralitas umat kontemporer, menjadi dokter dan penjaga kesehatan bagi diri, sesama dan lingkungan di sekitar kita. Sebab pengorbanan Kristus yang penuh kasih dan cinta hingga Ia wafat di kayu salib, bukanlah sebuah pengorbanan final, melainkan pengorbanan yang harus kita jadikan sebagai model dan motivasi dalam pengorbanan kita umat kristiani kontemporer.


Selamat merayakan Pesta Paskah, Tuhan sayang katong semua.*


*Toper di SMA Swasta Katolik Syuradikara


84 views
bottom of page