Oleh: Tim Literasi SMA Swasta Katolik Syuradikara
Sejak bulan Januari 2024, SMA Katolik Syuradikara, menghidupkan kembali literasi sekolah untuk menjawab persoalan terkait lemahnya budaya literasi baik di skala nasional maupun lokal. Bruder Kristianus Riberu, SVD sebagai kepala sekolah menghimbau kepada segenap warga sekolah agar memanfaatkan waktu literasi 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai untuk mengembangkan kebiasaan membaca dan menulis. Menurut Bruder Kris, SVD, kegiatan Literasi sekolah di SMA Katolik Syuradikara telah diadakan sejak tahun 2019 namun sempat redup dan padam lantaran situasi COVID 19.
Banyak ahli yang telah mendefinisikan apa itu literasi dengan segala perkembangan sesuai konteks zaman. Pada dasarnya literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, literasi tidak hanya sekedar tahu membaca dan menulis namun kecakapan dalam mengelola informasi yang diperoleh. Karena itu, literasi dikategorikan menjadi literasi baca dan tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi budaya dan literasi finansial.
Selain itu, kegiatan literasi diharapkan mengasah cara berpikir kritis atau “critical thinking” sebagai salah satu keterampilan yang dituntut di abad 21. Dalam perspective HOTS “High Order Thinking Skill”, seorang siswa mampu sampai pada tingkat C4, C5, dan C6 setelah melewati C1, C2, dan C3. C4 adalah keterampilan menganalisa, C5 adalah keterampilan mengevaluasi, dan C6 adalah kemampuan mencipta. Tiga keterampilan ini diperoleh setelah melalui tiga keterampilan pertama yaitu, C1 (mengingat) C2 (memahami), C3 (menerapkan).
Lebih jauh, kemampuan literasi yang ditanamkan sejak di bangku sekolah akan membantu siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan di dunia nyata yang serba kompleks. Literasi yang baik membentuk siswa menjadi orang-orang yang punya kemampuan untuk memecahkan masalah. Dunia kehidupannya akan dilihat sebagai sebentuk teks yang dianalisis, dievaluasi, dan mampu menghasilkan sesuatu yang berguna dalam hidup.
Pada semester ini, tim literasi sekolah mengumpulkan refleksi siswa-siswi tentang kegiatan literasi sekolah yang sedang berjalan dan tim literasi menemukan variasi jawaban yang menarik. Pertanyaan refleksi diberikan kepada seluruh siswa mulai dari kelas 10 sampai kelas 12 namun hanya beberapa jawaban dari siswa/siswi kelas 12 yang akan dipresentasikan di dalam tulisan ini. Alasan memilih kelas 12 karena mereka hanya merasakan kegiatan literasi selama satu semester di sekolah ini dan telah tamat dari SMA Katolik Syuradikara yang kiranya bisa menjadi refleksi bagi sekolah untuk membangun aksi selanjutnya.
Ada lima pertanyaan yang diberikan.
Pertama, para siswa ditanyakan tentang buku apa saja yang sudah dibaca. Rata-rata para siswa sudah membaca tiga buku yang terdiri dari fiksi dan nonfiksi. Bacaan-bacaan fiksi seperti novel, kumpulan cerita pendek, dan cerita rakyat. Buku-buku non-fiksi seperti buku-buku ilmiah, biografi, dan buku-buku motivasi kehidupan.
Kedua, siswa-siswi diminta untuk memilih salah satu buku bacaan dari beberapa buku yang mereka baca dan menjelaskan alasan mengapa. Siswa berkesan dengan narasi, alur, konflik, dan karakter yang ada dalam cerita yang mereka baca. Selain itu, siswa memperoleh pesan moral dari cerita yang dapat membangun karakter diri.
Seorang siswi kelas 12 menulis,
“Diceritakan sang tokoh utama yang merupakan seorang traveller kehabisan uang dan sangat lelah setelah berkeliling lalu ia kemudian melihat salah satu toko Dunkin Donut dengan sofa yang panjang di dalamnya. Dengan nekat ia pun masuk ke dalam toko dan tidur di sofa tersebut. Saat pelayan toko tersebut datang menghampirinya, Sang Traveller mengira ia akan diusir tetapi pelayan tersebut hanya ingin membersihkan meja di hadapan sofa yang ia tempati. Setelah selesai membersihkan, sang pelayan kembali mempersilahkannya duduk. Bab ini sangat berkesan karena menurut saya sikap pelayan itu sangat baik dan ramah. Sang pelayan tidak mengusir sang Traveller melainkan menyambutnya. Hal tersebut mengajarkan saya untuk saling menolong dan memiliki empati kepada sesama kita khususnya yang membutuhkan seperti pelayan tersebut. Pengalaman hidup saya yang serupa dengan kisah tersebut belum ada, namun saya memiliki pengalaman yang sederhana yang cukup mirip dengan makna kisah tersebut. Pengalaman tersebut seperti membantu teman mengerjakan tugas, memberikan sumbangan bagi orang yang membutuhkan, meminjamkan uang kepada teman yang membutuhkan. Pengalaman-pengalaman tersebut memiliki arti yang sama dengan bacaan tersebut yaitu saling peduli dan memiliki rasa simpati kepada sesama. Walaupun pengalaman saya sangat sederhana, tetapi tetap bermakna bagi orang lain.”
Siswa lain menulis,
“Saya memilih novel berjudul: Raja Ratu dan Rahasia. Alasannya karena novel ini menceritakan masa putih abu Raja dan Ratu dengan konflik yang ringan dan mengajarkan kepada anak-anak remaja untuk lebih fokus pada pembelajaran dan jangan sampai salah pergaulan. Selain itu, novel ini mengajarkan saya tentang persahabatan dan tabah akan kehilangan orang yang disayang.”
Yang lain merefleksikan, “Bacaan ini menyadarkan saya untuk tidak menghindar dari dari segala bentuk penderitaan. Karena sesungguhnya menghindari penderitaan adalah bentuk dari penderitaan itu sendiri.”
Ketiga, siswa menulis hal-hal positif yang mereka temukan dalam kegiatan literasi. Rata-rata para siswa melihat kegiatan literasi sebagai sebuah kegiatan yang positif karena menambah wawasan, meningkatkan kemampuan membaca, mampu berpikir kritis, mampu membedakan fakta dan opini.
Seorang siswi berpendapat,
“Literasi membantu saya untuk tetap fokus dan tenang. Karena ketika saya membaca buku, saya merasa seperti ikut masuk di dalam cerita dan menyenangkan. Selain itu, dengan literasi juga saya mengenal istilah-istilah, kata-kata dan juga ilmu pengetahuan yang tidak saya ketahui sebelumnya. Melalui literasi juga, saya dapat membaca pengalaman orang lain yang dapat memperluas pandangan saya.”
Keempat, para siswa ditanya tentang tantangan apa yang dihadapi selama proses kegiatan literasi dan solusinya. Para siswa menulis bahwa selama membaca selama 15 menit, ada rasa ngantuk, keributan, kurangnya minat membaca, tidak fokus, malas. Solusi yang dicari adalah membaca buku yang sesuai dengan tema yang diminati dan menulis hasil bacaan.
Sebagai kesimpulan, kegiatan literasi di SMA Katolik Syuradikara perlahan-lahan seperti air yang mengalir, menyegarkan dan menumbuhkan tunas-tunas baru dalam kehidupan siswa-siswi. Dengan membaca, menulis, dan membuat refleksi kreatif di sekolah, para siswa dibantu untuk mengembangkan daya kritis dan daya cipta yang akan mempersiapkan mereka masuk dalam dunia kehidupan nyata yang serba kompleks.*
Commentaires